Hai Bang, boleh
aku meracau disuratku kali ini?
Begini, kau percaya dengan yang namanya sahabat? Aku sering
kali berpikir sahabat itu tidak ada. Maksudku, adakah pendengar yang paling
sempurna selain Tuhanmu? Adakah yang lebih mengerti dirimu ketimbang dirimu itu
sendiri? Adakah yang selalu menemanimu setiap saat? Bahkan bayangan pun hilang
ketika cahaya tak ada.
Seiring aku mendengar kalimat ‘sahabat itu selalu ada saat kita membutuhkannya.’, terkadang kata selalu ada itu tercipta setelah kau
datang dan memintanya, bukan? Lalu bagaimana dengan cerita seseorang yang tak
enak hati mencari keberadaan sahabatnya –dengan alasan tertentu–, sedang dia
butuh, apakah hanya dengan berharap sahabatnya merasakan perasaanya saat itu
lalu dengan serta merta sang sahabat ini ada saat dia membutuhkan. Kurasa tak
ada manusia yang tercipta sesempurna itu.
Ah maafkan aku,
mungkin ini terdengar terlalu kontra. Hehe
Begini, dalam beberapa persoalan, ada yang harus kau hadapi
sendirian, kau harus berdiri dengan kedua kakimu, bukan tak ada orang yang
membantumu atau tak ada satu pun orang terdekatmu yang menampakkan
keberadaannya saat itu. Melainkan dalam hidup, kita dituntut untuk mandiri,
tidak selamanya bergantung pada orang lain. Bukankah, harap berteman dekat
dengan kecewa?
Dalam perjalananku berteman dengan banyak orang, dengan karakter,
sifat dan sikap mereka yang beragam. Aku belajar bahwa jangan pernah
menempatkan posisi seseorang lebih tinggi dari bagaimana kita di mata mereka,
karena kecewa itu sakit, maka aku selamatkan lebih dahulu hatiku. Aku belajar,
jangan dengan mudah menaruh hati dan kepercayaan, karena tidak setimpal jika
suatu nanti kau ditikam belati oleh kepercayaan itu sendiri.
Oh ya, mengenai
kalimatku di awal surat ini, bukan berarti aku tidak memiliki sahabat. Sahabatku
jauh, dalam kurun waktu satu tahun, mungkin hanyak sekali dapat berkumpul
lengkap, saling lempar hinaan dan gelak tawa. Walau tumbuh di tempat yang
berjauhan, tidak berarti bahwa kebersamaan juga berjauhan. Bukankah sesuatu
yang menajubkan hanya tibul sesekali waktu? Begitu lah persahabatan.
Aku juga punya mimpi, jika kelak aku juga haruslah bersahabat
dengan lelakiku –maka tak ada alasan untuknya atau untukku melangkah pergi membanting
pintu–. Berbagi apa saja, menceritakan apa saja, melakukan apa saja. Sebagai sahabat,
sebagai abang, sebagai lelakiku. Lalu
di sini lah kau sekarang.
Salam,
ini abang beneran atau abang sayang? ahaha
BalasHapus:D