Minggu, 22 Februari 2015

Bapak Jalanan



Surat kepada bapak-bapak di jalanan

Wahai Bapak yang menghabiskan lebih dari separuh harinya di jalanan, yang selalu kulihat di jalanku pulang menuju rumah, padahal hari sudah semakin larut. Apakah Bapak tidak jenuh? Semenjak pagi buta hingga kota hampir tertidur, engkau duduk di tempat yang sama, di tepian jalanan.

Apakah Bapak tidak jengah? Hanya memandang kendaraan lalu lalang, apa lampu-lampu dari kendaraan tersebut tidak menyilaukan matamu? Apakah Bapak tidak merasa lelah? Dari siang yang terik sampai gerimis menyapu sekitar tempatmu duduk, engkau masih saja bersikukuh mengadahkan tangan.

Pernah sekali waktu kulihat pria muda, masih sehat kelihatannya, mengendarai kendaraan beroda dua menjemputmu di kala malam. Apakah itu anak Bapak? Walaupun bukan, kurasa ia masih berkepentingan erat dengan Bapak. Apakah ia tak sanggup menghidupi seorang lelaki tua makan tiga kali sehari dengan layak?

Kurasa tak seharusnya Bapak menekuni kegiatan tersebut di hari-hari Bapak yang semakin menua.
Kurasa air muka beliau tidak sarat lara jika di pagi nya ia menikmatinya dengan tersuguhkan secangkir kopi, membaca koran dengan kaca mata tua bertenggek di tulang hidungnya. Bermain dan mendongengkan kisah pada cucu-cucunya sepulangnya mereka sekolah. Andai saja.

Semoga hidup bapak-bapak di jalanan diberkahi Tuhan.


Tangerang,
22 Februari 2015

2 komentar :

  1. semogaaa,
    tulisanmu hari ini berbeda, lebih ke kemanusiaan, nah gitu bagus, lebih luas menuliskan makna cintaa
    semangat selalu yaaaa

    BalasHapus
  2. terima kasih kak ika, selalu nyempetin komen hihi

    BalasHapus