Tulisanku hanyalah lanjutan dari tulisan-tulisan lalu. Menggores
kata demi kata hingga menepi pada titik. Entah sejak kapan tokoh disajakku
berubah menjadi kamu. Kamu, siapa sebenarnya? Datang lewat mimpi, lalu
berpindah ke pikiran. Janganlah kamu merumah di situ, tiada banyak lahan. Dahulunya
hanya satu yang menghuni, entah sekarang di mana. Sejauh pandangan, tak sering
ku jumpa dia pulang.
Aku tak pernah benar-benar mendapati jelajahanku dikala
lelap, beringsut mengiringiku ketika mentari menyingsing. Saat aku menatap
semesta, dia mati. Maka kupastikan juga terhadapmu. Nyatanya, aku sudah malas
meniti asa. Nyatanya, kita tak pernah benar-benar menyapa. Nyatanya, kita tak
pernah benar-benar bicara. Hanyalah aku yang tak pernah benar-benar bisa
membeda kamu dan kamu.
Bukankah malam berteman akrab dengan gelap? dan kamu tersela
diantaranya. Terkadang lelap menjadi ketakutanku tersendiri. Aku takut bertemu
mimpi, aku taku mendapati kamu di dalamnya.
Tapi akan hal yang sering singgah, benarkah ada makna yang
pasti tersirat? Akan kamu melulu yang hadir, kadang tak sampai logikaku. Sejatinya,
aku ragu mencari jawaban. Aku ragu menyelam mengetuk sendiri pintu usang hatiku
memintakan jawab. Sejatinya, aku takut menyadari kamu berpindah pada
pikiranku. Aku takut memikirkan bahwa pikiranku hampir mengutamakanmu. Aku malas
untuk tahu bahwa aku mungkin akan mengulang cerita yang sama, membuang tinta
menggoreskan calon luka. Kini aku tersadar aku tersesat, tiada tahu di mana,
tiada tahu kamu siapa. Lalu, bila mana di akhir rasaku berpaling padamu jua,
maafkanlah.