Hai, lama tak mendengar kabarmu.
Lama sejak aku tak di sana lagi. Hanya sekedar ingin
mengingatmu saja. Mengingat sedikit kegilaanku dulu. Mengingat apa yang dulu
sangat aku cintai. Ya, mengingatmu. Bukannya aku melupakan, oleh karena memang kau tak pernah
beranjak dari sana, menetap dipikiranku.
Sang pemancar sudah hampir diperaduan, biarkan aku mengukir
parasmu di langit sejenak. Mengingat lekuk-lekuk manis itu. Entahlah, seberapa
sering aku mencoba menenggelamkan perasaan. Anggaplah saja memang sudah
berbeda. Tapi pada akhirnya, tetap langkah itu ragu jua.
Bukan apa, kisah yang pertama aku toreh-toreh hari-per-hari.
Harus berakhir dengan sebagai pecundang dan pergi menyerah. Sakit sebenarnya. Tapi
bisa apa aku?
Dulu, tak terhitung berapa pagi yang ku sapa dengan senyum. Ku
beri tahu satu hal, senyum kecil-kecil itu, karenamu. Entah berapa kali aku
lupa caranya bernafas dengan baik. Entah sudah berapa temu mataku dengan punyamu. Entah betapa Tuhan begitu mengasihiku pernah
memberikan petang yang menyentuh. Ya, meski di penghujungnya tetap
pesakitan-pesakitan lah yang tersisa.
Dan biar ku beri tahu satu hal lagi, masih ingat tetang
sosok di seungkap ceritaku di hari lalu? Masih tak tahu kebenaran apa yang belum
aku akui. Pernah disuatu siang, sebesat dia melewati tempatku duduk, mengapa
saja jantungku berderu sepersekian detik lebih cepat. Mengapa? Sudah tak
pernah jantungku bekerja begitu siaga lagi. Dulu, hanya terhadapmu. Tapi ini,
ah entahlah..
Aku hanya belum siap, deru dentumnya cepat-cepat bekerja
atas pada orang yang berbeda. Apa yang salah? Atau aku menyimpulkan salah? Ah, tidak, semestinya tidak! Kalaupun
hati mulai memilih lagi, kalaupun, harusnya aku bisa kembali mengutas senyum. Lantas?
November, 2012
Tidak ada komentar :
Posting Komentar